Quantcast
Channel: Ayok Sinau
Viewing all articles
Browse latest Browse all 10860

Jenis Akad Dan Implementasi Dalam Organisasi Bisnis Islam (Lengkap)

$
0
0

Pilihan organisai bisnis mempengaruhi resiko dan juga pontensi keuntungan yang akan dihadapi, yang akhirnya akan mempengaruhi nilai bisnis. Bentuk-bentuk ini apabila di perhatikan hampir sama dalam banyak hal dengan bentuk organisasi bisnis yang berlandaskan yurispurdensi islam (klasik), seperti mudharabah, musyarakah, dan kombinasi keduanya atau variannya.

Korporasi adalah sebuah wujud dari inovasi modern. Pandangan ulama mengenai, legalitas bentu-bentuk koporasi ini akan disajikan seara singkat dari sudut pandang syariah. Pembahasan juga menyangkut perbandingan berbagai bentuk organisaasi bisnis, diantarannya dalam hal:

  • Eksposur atau risiko atas harta pribadi dari bisnis yang dijalankan, merupakan kewajiban yang terbtas dan tak terbatas.
  • Kemundahan dan biaya pendirian serta pemeliharaanya.
  • Estimasi kelangsungan hidup bisnis.
  • Eksposur pajak atas pendapatan bisnis.
  • Kemudahan relative dalam memperoleh dan meningkatkan modal di pasar keuangan.

Setiap organisasi bisnis atau kepemilikan usaha memiliki seperangkat keuntungan dan kerugian yang unik. Kunci untuk memilihnya yaitu dengan memahami karakterisik masing-masing dan mengetahui bagaimana bentuk usaha ini mempengaruhi, baik hal bisnis maupun pribadi. Bentuk usaha yang terbaik ialah bentuk yang sesuai keadaan, kepribadian, keyakinan, atau kemampuan calon pebisnis. Berikut ini merupakan definisi karakteristik bentk-bentuk organisasi bisnis tersebut yang di sertai dengan tinjauan kontrak syariah yang mendasarinya.

  • Usaha perorangan

Menurut Sumarni dan Soeprihanto (2010), usaha ini dimiliki, dikelola, dan dipimpin oleh seorang yang bertanggung jawab penuh (tidak terbatas) terhadap semua resiko dan aktifitas perusahaan. Bentuk usaha ini mengandung kewajiban yang tidak terbatas bagi individu tersebut yang merupakan eksposur harta pribadi terhadap utang bisnisnya.

  • Usaha pola kemitraan

Usaha pola kemitraan yaitu perjanjian antar perorangan untuk memadukan modal dan bakat mereka dalam sebuah bisnis. Usaha ini di miliki oleh dua orang tau lebih dengan nama bersama. Partnership mempunyai banyak nama lain seperti perusahaan persekutuan dan perkongsian atau kemitraan. Seperti halnya usaha perorangan, usaha kemitraan mengandung kewajiban yang tidak terbatas bagi para mitranya. Pendapatan bisnis yang dihasilkan digabung dengan penghasilan pribadi dengan tujuan pajak. Namun tidak seperti usaha perorangan, dalam kemitraan ini jelas lebih dari satu orang yang terlibat sehingga diperkirakan mempunyai kesempatan untuk memperoleh lebih banyak sumber modal dari pasar keuangan. Kemitraan modern mempunyai kesamaan dengan usaha-usaha yang dijalankan pada masa klasik yaitu usaha dengan pola mudharabah dan musyarakah.

Mudhrabah

Ada dua istilah yang berlaku didalam tradisi islam sehubungan dengan konsep mudharabah, yaitu istilah mudharabah- qiradh- muqaradah. Dalam mudharabah terdapat dua pelaku kerjasama yaitu antara investor (rab al-maal) dengan agen (mudharib). Dalam praktik mudharabah, pembagian keuntungan antara ke dua belah pihak harus ditentukan secara proporsional dan tidak dapat langsung ditentukan sebelumnya atau dijamin berupa keuntungan dalam jumlah tertentu. Dalam mudharabah yang sah, rab al-mal tidak bertanggungjawab atas kerugian yang melebihi jumlah dana yang telah ia berikan. Sebaliknya, mudharib yang tidak ikut serta investasi dalam bentuk uang tidak menanggung bagian setiap krugian. Singkatnya, keuntungan yang dihasilkan dibagi sesuai rasio yang disepakati sebelumunya. Sedangkan jika terjadi kerugian, maka ditanggung sepenuhnya oleh penyedia dana. Mudharabah dibagi menjadi 2 yaitu, mudharabah muthlaqah (tidak dibatasi), dan mudharabh muqayadah (dibatasi).

Musyarakah

Bentuk kedua dalam kontrak atau akad syirkah merupakan musyarakah atau syirkah. Musyarakah dimaknai secara umum sebagai percampuran dana dengan tujuan berbagi keuntunagn. Berdasarkan fatwa DSN-No.08/ DSN-MUI/ IV/ 2000 tentang pembiayaan musyarakah. Menimbang bahwa kebutuhan masyarakat untuk meningkatkan kesejahteraan dan usaha terkadang memerlukan modal dari pihak lain, antara lain melalui pembiayaan musyarakah, ialah pembiayaan berdasarkan akad kerjasama antara ke dua belah pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu.

Al-musyarakah yaitu akad kerjasama antara dua pihak atau lebih untuk suatu usaha tertentu di mana masing-masing pihak memberikan bantuan dana (atau amal/ expertise) dengan kesepakatan bahwa keuntungan dan risiko akan ditanggung bersama sesuai dengan kesepakatan bersama. Dalam buku “Manajemen Dana Bank Syariah” karangan Muhamad, akad musyarakah yaitu transaksi penanaman dna dari dua atau lebih pemilik dana dan barang untuk menjalankan usaha tertentu sesuai syariah dengan pembagian hasil usaha antara kedua belah pihak berdasarkan bagi hasil yang disepakati, sedangkan pembagian kerugian berdasarkan porsi modal masing-masing.

  • Fitur dan Mekanisme
  1. Bank dan nasabah masing-masing bertindak sebagai mitra usaha dengan bersama-sama menyedikan dana atau barang untuk membiayai suatu kegiatan usaha tertentu,
  2. Nasabah bertindak sebagai pengelola usaha dan bank sebagai mitra usaha dapat berpartisipasi pengelolaan usaha sesuai dengan tugas dan wewenang yang disepakati seperti melakukan review, meminta bukti-bukti dari laporan hasil usaha yang dibuat oleh nasabah berdasarkan bukti pendukung yang bisa dipertanggungjawabkan,
  3. Pembagian hasil usaha dari pengelolaan modal dinyatakan dalam bentuk nisbah yang disepakati,
  4. Nisbah bagi hasil yang disepakati tidak bisa diubah sepanjang jangka waktu investasi, kecuali atas dasar kesepakatan para pihak,
  5. Pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang atau barang, serta bukan dalam bentuk piutang/tagihan,
  6. Dalam kaitannya dengan pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan dalam bentuk uang harus dinyatakan secara jelas jumlahnya,
  7. Dalam hal pembiayaan atas dasar akad musyarakah diberikan melalui bentuk barang, maka barang tersebut harus dinilai atas dasar harga pasar (net realizable value) dan dinyatakan secara jelas jumlahnya,
  8. Jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah, pengembalian dana, serta pembagian hasil usaha ditentukan berdasarkan kesepakatan antara bank dan nasabah,
  9. Pengemblian pembiayaan atas dasar akad musyarakah dilakukan dalam dua cara, diantaranya secara angsuran ataupun sekaligus pada akhir periode pembiayaan, sesuai dengan jangka waktu pembiayaan atas dasar akad musyarakah,
  10. Pembagian hasil usaha dilihat dari laporan hasil usaha nasabah berdasarkan bukti pendukung yang dapat dipertanggungjawabkan, serta
  11. Bank dan nasabah menanggung kergian secara proporsional menurut porsi modal masing-masing.
  • Jenis-jenis Musyarakah, Musyarakah terdiri dari dua jenis:
  1. Musyarakah pemilikan. Musyarakah pemilikan terbentuk karena warisan, wasiat atau kondisi lainnya yang mengakibatkan pemilikan satu asset oleh dua orang atau lebih. Dalam hal ini kepemilikan dua orang atau lebih berbagi dalam sebuah asset nyata dan berbagi pula dari keuntungan yang dihasilkan dari asset tersebut.
  2. Musyarakah akad. Musyarakah akad terbentuk dengan cara kesepakatan di mana dua orang atau lebih setuju bahwa tiap orang dari mereka memberikan modal musyarakah. Merekapun sepakat berbagi keuntungan dan kerugian. Musyarakah akad terdiri dari:
  • Syirkah al-‘Inan yaitu kontrak antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana serta berpartisipasi dalam kerja. Kedua pihak berbagi dalam keuntungan serta kerugian sebagaimana yang disepakati di antara mereka. Meskipun demikian porsi masing-masing pihak, baik dalam dana maupun kerja atau bagi hasil, tidak harus sama dan identik sesuai dengan kesepakatan mereka.
  • Syirkah mufawadhah yaitu kontrak kerja sama antara dua orang atau lebih. Setiap pihak memberikan suatu porsi dari keseluruhan dana dan berpartisipasi dalam kerja. Setiap pihak membagi keuntungan serta kerugian secara sama. Dengan demikian, syarat utama dari jenis ini adalah kesamaan dana yang diberikan, kerja, tanggungjawab, dan beban utang dibagi oleh masing-masing pihak.
  • Syirkah A’maal yaitu kontrak kerja sama dua orang seprofesi untuk menerima pekerjaan secara bersama dan berbagi keuntungan dari pekerjaan itu.misalnya, kerja sama dua orang arsitek untuk menyelesaikan sebuah proyek, atau kerja sama dua orang penjahit untuk menerima order pembuatan seragam sebuah kantor. Al-musyarakah ini kadang-kadang disebut musyarakah abdan atau sanaa’i.
  • Syirkah Wujuh yaitu kontrak antara dua orang atau lebih yang memiliki reputasi dan prestise baik serta ahli dalam bisnis. Mereka membeli barang secara kredit dari suatu perusahaan dan menjual barang barang tersebut secara tunai. Mereka berbagi dalam keuntungan dan kerugian berdasarkan jaminan kepda penyuplai yang disediakan aoleh tim mitra. Jenis al-musyarakah ini tidak memerlukan modal karena pembeli secara kredit berdasarkan pada jaminan terbut. Karenanya kontrak ini pun lazim disebut sebagai musyarakah piutang.
  • Syirkah al-mudharabah penjelasan tentang syirkah al-mudharabah dapat dilihat pada bagian berikut. Cirinya ialah pemilik modal bersedia membiayai sepenuhnya suatu proyek atau usaha dan pengusaha setuju untuk mengelola proyek tersebut, pemilik modal tidak dibenarkan ikut dalam mengelola usaha, tetapi diperbolehkan membuat usulan dan melakukan pengawasan, pembagian hasil keuntungan sesuai dengan perjanjian, apabila mengalami kerugian, maka sepenuhnya ditanggung oleh pemilik modal, kecuali apabila kerugian tersebut terjadi karena penyelewengan atau penyalahgunaan oleh pengusaha.
  • Kombinasi mudharabah dan musyarakah atau mudharabah musytarakah

Pola ini adalah penggabungan dari kontrak mudharabah dengan kontrak musytarakah. Dalam pola, mudharib (pengusaha) ikut memberikan kontribusi pada usaha yang bersangkutan, seperti halnya rab al-mal (pemodal). Sama dengan mudharabah pengusaha bertanggung jawab dalam pengolahan bisnis (manajemen), sedangkan pihak pemodal (murni) sebagai mitra yang pasif. Berdasarkan uraian diatas, maka dapat disimpulkan bahwa definisi nilai karakteristik organisasi bisnis (bentuk usaha) CV sebagai tahap awal memperoleh titik temu dengan landasan akad Mudharabah Musyatarakah. Persekutuan Komanditer atau Comanditaire Vennootschap (CV) adalah perusahaan yang dibentuk oleh dua orang atau lebih yang terdiri atas pihak (anggota) yang aktif dan pihak (anggota yang pasif). Berbeda dengan firma yang dimungkinkan semua pemiliknya aktif pengelola perusahaan. Pembagian laba dari para sekutu disesuaikan dengan ketetapan dalam akte pendiraian.

Perseroan

         Perusahaan yang berada diera modern yaitu perseroan terbatas atau korporation. Persero terbatas merupakan badan hukum (perusahan) yang terpisah dari pemiliknya yang di sebut pemegang saham. Menurut PSAK No 21 tentang akuntansi ekuitas dinyatakan bahwa modal PT terdiri atas saham dan tanggung jawab persero terbatas pada jumlah modal saham yang di setor apabila PT telah disahkan menteri kehakiman. Dalam pemisahan manajemen bisnis dan kepemilikan tersebut, pemegang saham berhak memilih dewan direksi dan dapat menunjuk manajemen senior. Adanya konsep badan hukum pada perseroan terbatas atau di sebut pula naamloze vennootscaap (NV) menyebabkan bentuk perusahaan ini berbeda jauh dibandingkan bentuk usaha perorangan dan kemitraan.

            Perusahaan dalam bentuk PT, mempunyai ciri sebagai berikut:

  1. Hak dan kewajiban yang terbatas bagi pemegang sahamnya
  2. Proses pendirian PT diperlukan adanay Akte Notaris dan biaya yang relatif tinggi serta waktu yang lama
  3. Keberlangsungan usaha relatif jangka panjang, memiliki organisasi bisnis yang lebih besar dan terdapat biaya hukum
  4. Merupakan entitas yang terkena pajak, baik pajak pendapatan perusahaan maupun pajak penghasilan pribadi (pajak ganda)
  5. Mampu menggabungkan modal dari banyak pemegang saham
  6. Lebih cenderung meningkatkan modalnya dari pasar keuangan, baik pasar uang maupun pasar modal.

Dalam sebuah perusahaan kecil, biasanya antara pemilik, anggota dewan direksi, dan manajer (termasuk pekerja) mungkin orang yang sama atau satu keluarga. Hal ini berbeda dalam usaha yang bersekala lebih besar. Perusahaan bersama dengan dewan direksi dan manajemen yang profesional memiliki dewan utama para pemegang saham (dewan komisaris).

Didalam isi UU No 40 tahun 2007 yang merupakan revisi UU No.1 tahun 1995 tentang Perseorangan terbatas mendifisinikan perseorangan terbatas selanjutnya disebut Perseroan, ialah badan hukum yang merupakan persekutuan modal, didirikan berdasarkan perjanjian, melakukan kegiatan usaha dengan modal dasar yang seluruhnya terbagi dalam saham dan memenuhi persyaratan yang ditetapkan dalam Undang-undang ini serta peraturan dan pelaksanaannya. Pada UU tersebut dicantumkan satu pasal yang memuat tentang Dewan Pengawas Syariah (DPS) yaitu pada bagian dua Dewan Komisaris pasal 109 sebagai berikut:

  1. Perseroan yang menjalankan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah mempunyai Dewan Komisaris dan Dewan Pengawas Syariah
  2. Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang dimaksud pada ayat satu terdiri atas seorang ahli Syariah atau lebih yang dianggap oeh RUPS atas rekomendasi yang ditulis oleh Majelis Ulama Syariah.

Dewan Pengawas Syariah sebagaimana yang dimaksudkan pada ayat satu bertugas memberikan nasehat dan saran kepada direksi serta mengawasi kegiatan perseroan agar sesuai dengan prinsip syariah. Sesuai dengan berkembangnya kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah, UU ini mewajibkan perseroan yang menjalankan usahanya berdasarkan syariah selain mempunyai Dewan Komisaris juga mempunyai Dewan Pengawas Syariah.

Menurut Nafik (2009:224) Perusahaan Perseroan adalah wujud dari bentuk kombinasi antara musyarakah dan mudharabah yang tertutup (terbatas) dan terbuka. Mudharabah tertutup ialah jenis yang pemilik ananya tidak berubah atau sulit dialihkan kepada pihak lain, sedangkan Mudharabah terbuka merupakan jenis yang kepemilikan dananya dapat dialihkan kepada pihak lain karna penyertaannya dibagi dalam bentuk lembar pemilikan (saham).

Pada perusahaan perseorangan memang terdapat pemisahan antara pemilik dana (saham) dengan manajemen, tetapi tidak menutup kemungkinan para pemegang saham itu terlibat. Keterlibatan tersebut dilihat dalam pembentukan Dewan Dereksi (manajemen). Dalam perseroan, saham dapat dialihkan pada pihak lain, apalagi bila perusahaan tersebut ialah perusahaan terbuka atau sudah go public. Saham Perusahaan terbuka dapat dimiliki dan berpindah tangan melalui pasar modal.

Berdasarkan ketentuan syariah, konsekuensi akad mudharabah atas pembagian pendapatan ataupun pembagian laba bersih yaitu melibatkan antara manajemen (Dewan Dereksi) sebagai mudharib dengan para pemegang saham sebagai shohibul mal, sedangkan berdasarkan hukum positif di Indonesia pada UU No.40 tahun 2007disebutkan bahwa laba bersih yang diperoleh perseroan disisihkan sebagai cadangan atau laba ditahan untuk modal operasi perusahaan selanjutnya, dan sisanya dibagi kepada pemegang saham sebagai deviden, selanutnya Dewan Direksi diberikan tunjangan dan gaji yang ditentukan RUPS yang tidak bergantung oleh jumlah pendapatan, laba bersih ataupun deviden.

Perbandingan Mudharabah, Musyarakah, dan Perseroan.

Mudharabah dan musyarakah merupakan contoh kemitraan yang didalamnya berlaku ketentuan bagi hasil (retrun) dan resiko. Bagi hasil tersebut mungkin akan bertambah dalam bentuk keuntungan periodik dan perubahan nilai aset. Perbandingan antara mudharabah dan musyarakah dari sejumlah aspek, diantaranya resiko keuntungan sejumlah potensi kegiatan, kewajiban pemodal, perubahan nilai aset, dan likuiditasi investasi.

Salah satu cirri dari mudharabah yaitu resiko keuntungan yang disepakati sebelumnya, yaitu keuntungan harus didistribusikan antara pemodal dan pengusaha. Hal ini mengatur setiap alokasi keuntungan secara absolut selain sesuai resiko yang disepakati sebelumnya, hal yang sama berlaku juga pada musyarakah. Adapun kerugian mudharabah benar-benar ditanggung oleh pemilik modal sedangkan pengusaha bertanggung jawab menanggung kerugian hanya jika kerugian adalah hasil dari kelalaian atau kesalahan manjerial, sedangkan pada musyarakah kedua belah pihak berbagi kerugian tersubut menurut resiko investasi masing-masing pihak dalam proyek.

Dalam perubahan nilai aset yang terjadi dalam akad mudharabah, pengusaha tidak dapat memperolehnya, baik keuntungan maupun kerugian. Keuntungan atau kerugian yang timbul tersebut hanya untuk pemilik modal. Dalam musyarakah, keuntungan atau kerugian karena perubahan nilai aset yang dibiayai oleh gabungan dana bersama sudah sewajarnya diterima kedua belah pihak.

Ciri lain pada mudharabah dan musyarakah klasik yaitu bahwa salah satu pihak dalam perjanjian tersebut memiliki opsi untuk mengakhiri perjanjian atau mengundurkan diri dari usaha tertentu setiap saat yang mereka anggap tepat. Karenanya likuiditas investasi merupakan hal yang pasti bagi para mitranya. Pada tanggal keputusan mengakhiri kontrak tersebut terjadi, keuntungan ditentukan sebagai selisih antara nilai seluruh aset yang dilikuidasi atas jumlah investasinya. Setelah keuntungan ditentukan, selanjutnya didistribusikan antar pihak yang bersangkutan sesuai dengan nisbah yang disepakati.

Pengunduran diri seorang mitra dari proyek tersebut memiliki konsekuensi yang penting yaitu perlu disiapkan likuiditas investasi mereka dalam proyek, maka dari itu para pemikir modern telah menyusun konsep likuidasi konstrukif yang dapat dilakukan dengan persetujuan semua pihak. Konsep ini menyatakan bahwa nilai aktiva bersih (Net Asset Value) dari suatu usaha dapat dihitung secara berkala dengan mengurangi seluruh kewajiban dari nilai aktiva. Dengan cara ini seorang investor dibolehkan untuk melikuidasi investasinya pada nilai tersebut.

Dalam kontrak mudharabah kewajiban penyediaan modal ialah terbatas. Hal ini dikarenakan adanya pemisahan yang jelas antara kepemilikan dan manajemen perusahaan. Semua keputusan manajerial di buat oleh mudharib, dan penyediaan modal tidak seharusnya bertanggung jawab atas tindakan yang dilakukan oleh mudharib tersebut. Situasi yang sama juga berlaku pada perusahaan modern berskala besar yang juga ditandai dengan pemisahan antara kepemilikan dan manajerial perusahaan. Ciri badan hukum independen jug tidak asing bagi hukum islam contohnya dalam lembaga wakaf. Dengan pemisahan ciri kewajiban yang terbatas pada bentuk usaha hal ini memberikan fasilitas untuk memperoleh modal dengan penuh banyak kemudahan.

Pemisahan Kepemilikan dan Agency Problem

Pada beberapa bentuk organisasi dan kontrak bisnis yang diulas diatas, salah satu cirinya terdapat pemisahan kepemilikan dari manajemen, ialah pihak manajer berpihak sebagai agen dari pemilik. Hal ini diperkirakan dapat menimbulkan Agency Problem (masalah keagenan) merupakan terdapat kemungkinan manajer tidak dapat melakukan keputusan atau tindakan yang terbaik sesuai kepentingan pihak pemilik. Agency problem akan berkurang dalam bentuk musyarakah karena masing-masing modal mitra juga dipertaruhkan. Selain itu, kemitraan modal sendiri (ekuitas) akan meminimalkan masalah asimetri informasi karena semua mitra akan memiliki hak untuk berpartisipasi dalam pengelolaan proyek investasi mereka. Namun begitu, kontrak bisnis musyarakah ini kehilangan daya tarik dari sudut pandang penyediaan dana karna terdapat kewajiban yang tidak terbatas bagi semua mitra. Berbeda dengan perushaan modern yang menetapkan ketentuan kewajiban yang terbatas bagi penyedia dana sehingga membuat perusahaan lebih mudah untuk memperoleh dana .

Agency problem dapat juga ditemui pada perusahaan modern, tetapi jauh lebih rendah daripada kontrak mudharabah. Dalam hal ini pemegang saham khawatir pemegang bahwa manajer tidak bekerja untuk memaksimalkan kekayaan pemegang saham atau hanya bekerja untuk kepentingan sendiri. Agency problem ini muncul ketika manajer, sebagai agen dari pemegang saham, memiliki konflik kepentingan dengan para pemegang saham.

Perencanaan kompensasi yang baik dapat memotivasi manajer agar bekerja bukan hanya demi kepentingan mereka sendiri, namun juga para pemegang saham dapat memecahkan masalah keagenan tersebut. Dewan direksi yang dipilih oleh pemegang saham diharapkan mengawasi dan kadang-kadang harus ikut campur tangan apabila manajer tidak bertindak untuk kepentingan terbaik pemegang saham. Manajer perusahaan yang tidak menunjukan kinerja demi kepentingan pemegang saham merupakan calon untuk diganti oleh kelompok investor baru. Setiap perusahaan publik dan manajernya terus diamati dengan cermat dan dipantau oleh para analisis saham. Para spesialis yang memantau ini cenderung berfokus pada manajer dalam penciptaan nilai maksimalisasi tersebut.

Demikianlah artikel tentang Jenis Akad Dan Implementasi Dalam Organisasi Bisnis Islam (Lengkap) dari Ayoksinau.com

Baca juga:

Baitul Maal Wat Tamwil (BMT), Pengertian, Fungsi, Peranan Baitul Maal Wat Tamwil, Akad & Produk Dana BMT (Lengkap)

Bentuk Organisasi Bisnis Dalam Perekonomian Syariah, Perusahaan perorangan (sole proprietorship), Persekutuan/syirkah (partnership), dan Mudharabah (Lengkap)

Mengenal Bank Syariah Di Indonesia, Pengertian Bank Syariah, Karakteristik Bank Syariah, dan Peran Bank Syarih (Lengkap)

Baitul Mal Wal Tanwil Di Indonesia, Operasionalisasi BMT, Dampak Perkembangan dan Pertumbuhan BMT di Indonesia, dan Tipe-tipe pembiayaan (Lengkap)


Viewing all articles
Browse latest Browse all 10860

Trending Articles